Dulu, saluran air yang mampet dan lingkungan yang kotor imbas minyak jelantah, menjadi cerita sehari-hari warga Kelurahan Kedaung Kali Angke, Cengkareng, Jakarta Barat. Warga RW 03 Kelurahan Kedaung Kali Angke, Mak Lili mengisahkan soal aktivitas warganya terkait minyak jelantah.
Mak Lili bercerita saluran air di depan rumahnya dulu kala sering mampet karena warga banyak yang membuang minyak bekas menggoreng.
“Dulu gotnya suka mampet, berminyak ada putih-putih gitu. Sekarang alhamdulillah enggak,” ujar Mak Lili saat ditemui di balai warga RW03 Kelurahan Kedaung Kali Angke, Rabu(5/1) lalu.
Setelah ada kegiatan pengumpulan minyak jelantah di sekitar rumahnya, lingkungan menjadi bersih dan hijau. Saluran air juga jarang mampet dan dirinya jarang sakit.
“Ada (dampak kesehatan), saya jarang sakit-sakitan,” ujarnya.
Koordinator Pengumpulan Minyak Jelantah RW 03 Kelurahan Kedaung Kali Angke ini juga menjelaskan awal mula dirinya bergabung untuk mengumpulkan minyak jelantah dari warga.
Mak Lili mengaku, tadinya tidak tahu kalau minyak bekas menggoreng alias mijel bisa bermanfaat.
Awal mula ia ikut serta mengumpulkan minyak jelantah saat ada penyuluhan dari kelurahan.
Dulu sekali sebelum ada program pengumpulan minyak jelantah ia kerap membuangnya ke saluran air.
“Saya dulu awalnya enggak mengerti main buang-buang saja, eh dibilang ibu-ibu, itu jangan dibuang itu bermanfaat. Lah saya enggak tahu, kata ibu lah kemana aja,” kata Mak Lili.
“Jadi awalnya saya tidak langsung ke warga, saya melalui Dasa Wisma, saling menyambung terus saya ikut terjun ke warga saya terangkan bahwa ini amal untuk anak yatim, saya bawa-bawa jeriken. Jadi warga mengerti dan Alhamdulillah dan RW 03 terbanyak. Alhamdulillah masyarakat responnya baik, sebagian ada yang pengepul, walau sekarang berkurang dari 8 liter karena harga minyak goreng naik,” tambah Mak Lili.
Dari RW 03 lanjut Mak Lili berhasil mengumpulkan 13 jeriken berkapasitas 1 jeriken 18 liter.
“Bulan lalu 8 jeriken, bulan kemarin 5 jerikan, cuma kemarin saja turun karena harga minyak goreng mahal. Biasanya mah rata-rata 8 jeriken. Mudah-mudahan tahun datang tambah lagi,” kata dia.
Warga asli Keduang Kali Angke tersebut juga sempat mendeskripsikan kondisi minyak jelantah yang diambilnya dari rumah warga. Kata dia kondisinya bermacam-macam, ada pernah ditemukan minyak jelantah sudah berwarna hitam pekat.
“Ada juga minyak jelantah dari bekas goreng makanan haram(daging babi). Itu baunya minta ampun. Tapi itu masih tetap diterima,” katanya.
Ketua Dasa Wisma dan PKK Kelurahan Kedaung Kali Angke, Aria Mega menuturkan dari 10 RW di Kelurahan Kedaung Kali Angke ada 8 RW yang aktif mengumpulkan minyak jelantah. Kegiatan pengumpulan minyak jelantah tersebut sudah dilakukan sejak September 2021.
Teknis pengumpulannya dengan mendatangi langsung rumah ke rumah dengan terlebih dahulu dikumpulkan masing-masing koordinator PKK RW di kelurahan untuk sosialisasi.
Cara mengumpulkannya pertemuan warga diadakan dulu di kelurahan kemudian sosialisasi ke warga apa manfaat mijel(minyak jelantah) dan dampaknya dari minyak jelantah.
“Terus kita mengimbau ke warga dan yang menjalankan itu semua kader Dasa Wisma dan kader jumantik mengumpulkan dari warga-warga mereka juga sosialisasi ke warga sambil ambil mijel dampak dan keuntungannya dari uang mijel itu dari warga dikumpulkan kader jumantik dan kader Dasa Wisma lalu dikumpulkan di Pos RW nah disitu dari pihak kelurahan dan PPSU mengambil ke masing-masing RW hasil pengumpulan mereka. Dari warga di pool ke RW lalu dari pihak kelurahan menjemput dan nanti dari pihak mijel ambil ke kelurahan,” ujar Aria.
Sejak September 2021 lanjut Aria di Kelurahan Kedaung Kali Angke sudah berhasil dikumpulkan sebanyak 78 jerigen minyak jelantah.
Satu jerigen minyak jelantah berkapasitas 18 liter. “Kalau tidak salah hampir 78(jeriken) lebih. Pertama 33, kedua 28. Bulan kemarin kalau enggak salah 17 jeriken,” ujar Aria.
Jumlah minyak jelantah yang dikumpulkan sempat tersendat sejak harga minyak goreng yang melambung di pasaran.
Menurut Aria, warga mulai mengirit penggunaan minyak goreng. Banyak warga memilih menggunakan minyak goreng berkali-kali.
“Ya mungkin karena faktor minyak gorengnya lagi mahal, mungkin warga lagi irit-irit. Tapi alhamdulillah masih tetap bisa terkumpul 17 jeriken(bulan kemarin),” kata Aria.
Hasil dari pengumpulan minyak jelantah tersebut lanjut Aria sangat dirasakan warga dampak baiknya.
Warga kata dia saat ini jarang mengeluhkan saluran air atau got di depan rumahnya mampet, atau saluran cuci piring di dalam rumahnya tersendat karena limbah minyak jelantah yang dibuang sembarangan.
Tidak hanya itu, warga juga berhasil membuat penghijauan dengan melakukan penanaman pohon. Membuat taman dan apotek hidup di sekitar lingkungan rumahnya juga bak-bak sampah.
“Kita mengimbau dari PKK dari hasil mijel dimanfaatkan yang hasilnya bisa dilihat oleh warga jadi tidak hanya untuk anak yatim saja. Jadi mereka tambah semangat. Karena daripada dibuang begitu saja kan malah mencemari lingkungan atau got-got nanti kalau banjir meluap, mampet,” kata Aria.
Salah satu lembaga masyarakat yang fokus menangani minyak jelantah Rumah Sosial Kutub menyebutkan upaya pengumpulan minyak jelantah dilakukan melalui pendekatan amal dan sedekah. Program tersebut kemudian diberikan nama ‘Tersenyum'(Terima Sedekah Minyak Jelantah untuk Mereka).
“Nah edukasi kami minyak goreng yang selama ini dibuang oleh warga kita sampaikan, bu jadiin minyak jelantah ini sebagai sedekahnya ibu-ibu segala fasilitas kami sediakan, Alhamdulillah nih programnya di DKI sudah masif kita semua wilayah DKI sudah ada, Kepulauan Seribu juga lagi proses kita juga sudah melebarkan cabang di Jawa Tengah itu di Tegal kemudian Yogyakarta,Cirebon,” ujar Koordinator Program Tersenyum(Terima Sedekah Minyak Jelantah Untuk Mereka) Rumah Sosial Kutub, Afiq Hidayatullah saat ditemui di kantornya di kawasan Jakarta Selatan.
Pengumpulan minyak jelantah ‘door to door’ tersebut pada awalnya dilakukan pada tahun 2018.
Berawal dari suatu komunitas tahajud berantai dan concern ke isu lingkungan.
“Founders kita dari situ awalnya tiga orang dari tahun 2018, awalnya concern ke isu lingkungan. Awalnya dari sedekah sampah, sampah rumah tangga, barang bekas nah itu biasanya disalurkan ke kami dan kita jual ke orang yang tertarik. Lalu pada 2019 barulah kami muncul ide minyak jelantah ini,” kata Afiq.
Sedekah minyak jelantah ini juga cukup menarik, setelah berhasil mengumpulkan minyak bekas goreng tersebut selanjutnya diekspor dengan melakukan kerja sama dengan perusahaan-perusahaan pengekspor.
Negara tujuan ekspor minyak jelantah tersebut sebagian besar adalah Uni Eropa seperti Jerman, Belanda dan Italia.
Hasil ekspor tersebut nantinya akan dikembalikan lagi kepada masyarakat untuk membantu anak yatim piatu, fakir miskin, anak-anak sekolah dan lain sebagainya.
Afiq menyebut total sedekah minyak jelantah yang tersebar di empat provinsi dan sembilan kota mencapai 30 ton. Untuk tahun 2021 di lima wilayah DKI Jakarta, ditambah Tegal dan Yogyakarta limbah minyak jelantah yang tertangani melalui gerakan ‘Tersenyum’ secara year on year (yoy) sebanyak 269.334 liter.
“Tahun ini DKI naik 78 persen naik dari tahun sebelumnya cukup signifikan naiknya,” ujar Afiq. Afiq pun berharap untuk tahun 2022 jumlah limbah minyak jelantah yang tertangani bisa bertambah.
“Insha Allah bertambah, yang penting kita berusaha maksimal,” ujarnya. (sumber foto dan artikel: tribunnews.com)